Deep Pressure
Lintang
resah, waktunya terus berjalan tanpa dapat ia menghambatnya dengan segala daya.
Pagi masih terlalu dini untuknya. Saat pelataran rumahnya masih terlalu gelap
untuk ditapaki. Lintang hanya perlu udara segar pagi ini. Dibukannya pintu
rumah kecil itu, perlahan udara dingin mulai mencari celah disela-sela kaki
Lintang, lalu merangkak naik dan menerobos masuk kedalam rumah kecil itu.
Lintang pun melangkah menuju pelatarannya
Pelataran
tak cukup luas pula menahan segala sesak yang ingin menyeruak keluar dari dada
Lintang. Lintah malangkah dan berhenti ditengah pelatarannya. Pelataran yang
ditumbuhi rumput jepang yang basah. Lintang melepas alas kaki yang di pakainya,
perlahan ia tapakan kembali kakinya diatas pelataran berumput itu, dan basah.
Dingin menjalar lagi dari telapak kakinya. Embun rupanya lebih kuat menembus
pertahanan kulit ari telapak kakinya. Merangkak naik melewati perutnya, mual.
Ada rasa yang lagi-lagi menyesakannya. Membuatnya mual, dan mual membuatnya
sesak. Bertambah sesak lagi ketika dinginnya mulai menusuk sela-sela tulang
rusuknya. Sesak yang membangkitkan memori akan resah. Resah yang mendesak dan
memejamkan mata lintang. Gelap, hingga satu persatu adegan muncul.
Impuls
dingin yang menyeruak memasuki otakpun mulai bereaksi. Pertahanan akan
stimulus-stimulus itu pun mulai terkoyaknya. Berganti dengan impuls yang
menstimuli segala memori.
Lintang,
masih berdiri, terpejam. Wajahnya perlahan menengadah kearah langit yang masih
gelap, seakan melihat langit yang bersinar di atasnya. Matanya masih terpejam.
Namun bayangan dingin telah menguasai alam bawah sadarnya. Teriakan mulai
terdengar menggema didalam otaknya, namun tak mampu menembus tengkoraknya.
Bentakan dalam kepala membuat Lintang gemetar, kedinginan, mual, sesak di dada
hingga keram otak pun terasa menguasainya. Lintang beku, lalu jatuh terdduduk
diatas rumput basah pelataran rumah kecil.
Tayangan
dalam kepalanya kian cepat terlepas berlayarkan otaknya. Teriakan, cacian, terdengar dalam sunyi. Dorongan, hentakan
terasa begitu menyakitkan, seluruh kulit lintang berubah biru seketika.
Sensorik kulit lintang mulai menganga, terbuka. Rumput basah pelataran rumah
kecil, terasa tajam menusuk kulit lintang. Bukan lagi nyeri, tapi sakit
menusuk, terasa perih bahkan terasa sangat menyakitkan.
Badan
lintang terbujur diatas rumput basah pelataran rumah kecil, menyakitkan.
Menjalar , merambati dendrit dan terus melakukan sinapsis dengan dendrite yang
lain, mengantarkan impuls nyeri itu, hingga menembus perut Lintang. Mual.
“Aggggh..”
Lintang mengerang menahan nyeri, dan mual.
Tangannya
mulai gemetar, memegang perutnya yang mulai nyeri. Nyeri dan mual mengantarkan
aliran impuls berkepanjangan, mulai menjalar hingga ketenggorokan, serak. Tak
ada lagi yang bisa LIntang teriakan. Suaranya telah lenyap.
Komentar