DUA ANTITESA TANPA TOPENG dan DOA MANUSIA HUJAN


Aku ingin berbincang denganmu, saat hujan turun dengan derasnya. Berdua dengan denganmu tanpa topeng apapun, tanpa kecemasan apapun. Hanya berdua, Teh tanpa gula, dengan kepulan asapnya, tersaji di antara kita, di atas meja yang mengantarai kita berdua. Duduk berhadapan. Tak ada kecemasan, tak ada tekanan, semua terkondisi dalam detak jantung yang normal.
Aku ingin menghentikan sejenak kecemasanmu akan dunia luar, akan orang lain yang kau harapkan responnya, akan dirimu dan dongengmu. Aku ingin menggenggam tanganmu, dan menghentikan sejenak langkahmu yang kadang terlalu cepat kau pacu. Berlari kian kemari, mencari bentuk rupamu.
Aku ingin mendengar hela nafasmu, bukan lagi ocehanmu yang tiada henti. Aku ingin kau beri aku kesempatan bersamamu dalam hening, dalam gelap. Hanya ingin mendengar kisah tentang hela nafasmu, tentang kesunyianmu, tentang detak jantungmu, tentang sibakan rambutmu, tentang peluhmu dan tentang dera tangismu.  Hening ceritamu.
Aku ingin bersamamu, berjalan di bawah deras hujan. Menengadahkan wajah ke langit, membasuh segala peluh raga kita hari ini. Menengadahkan tangan, menangkap tiap tetesan air hujan, seraya berdoa. Doa tentang segala kenangan indah kita masing-masing, tentang memori masalalu yang terbasuh rintik hujan, hingga doa kita akan memori baru yang kita mulakan. Menjadi episode memori yang baru.
Kita bukanlah sepasang kekasih yang dimabuk asmara yang berdampingan dengan nafsu. Kita manusia yang sama-sama membuka topeng kita masing-masing. Mengurai antitesa kita masing-masing, mengasosiasikannya menjadi sebuah rumah yang utuh.
Kita bukan sepasang kekasih, kita hanya dua orang manusia. Mencoba melengkapi kroak sisi jiwa yang belum terisi, bukan lagi ujicoba bongkar pasang, namun benar-benar mangasosiasikan bagian-bagian yang asing menjadi satu, hingga benar-benar bisa disatukan, menambal masing-masing bagian, menjadi utuh.
Kita bukan sepasang yang mirip satu sama lain, kita adalah uraian antitesa dalam rintik hujan. Tanpa topeng, kita bukanlah dua orang yang sama. Terlebih dalam rintik hujan. 

Jogjakarta, November 2014

Komentar

Postingan Populer